Wartawan mesir tewas ditembak sniper



Jurnalis asal Mesir, Ahmed Mohammed Mahmoud (36), akhirnya meninggal dunia terakhir Jumat, 4 Februari 2011. Ia adalah wartawan pertama yang menjadi sasaran kekerasan di tengah konflik yang sudah memasuki hari ke-11 ini.

Seperti diberitakan situs Al Ahram, Mahmoud tertembak pada Jumat 28 Januari 2011, saat mengambil gambar bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan dari balkon rumahnya. Ia diduga sengaja ditembak oleh penembak jitu (sniper).

Mahmoud bekerja untuk koran Al Taawun, masih satu grup dengan Al Ahram. Ia tinggal di dekat pusat pergelutan, Lapangan Tahrir, yang juga menjadi lokasi rusuh antara kelompok antipemerintah dan kubu pendukung rezim Hosni Mubarak.

Tragedi Mahmoud adalah cermin rawannya keselamatan para jurnalis media yang bertugas memberikan info situasi Mesir ke seluruh dunia.

Para wartawan internasional ditindas gerombolan 'preman' yang diduga pendukung Mubarak. Mereka dikeroyok, digebuk, dan ditendang seperti maling. Bahkan, kaki seorang jurnalis asal Yunani ditikam dengan obeng.

Tidak hanya serangan fisik, media pun tidak luput dari anrkis. Kantor Al Jazeera di Kairo bahkan dibakar dan situsnya dibajak. Tindakan ini diduga sebagai upaya rezim agar apa yang terjadi di negeri itu tidak menyebar ke seluruh dunia.

"Kami tidak pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Tak ada perwakilan media di Mesir yang lolos dari kekerasan," kata Jean-Francois Juillard, kepala advokasi media yang berbasis di Prancis, Reporters Without Borders, seperti dimuat The Star, Sabtu 5 Februari 2011.

Sementara itu, The Committee to Protect Journalists yang bermarkas di New York mendata ada 24 jurnalis ditahan, dan 21 wartawan diserang serta dirampas perlengkapan kerjanya hanya dalam waktu 24 jam. Di antara yang ditahan itu adalah wartawan The New York Times dan Washington Post.

Di Jenewa, Komisioner Lembaga HAM PBB, Navi Pillay mengatakan penahanan para jurnalis itu adalah usaha terang-terangan untuk menutup berita.

Tidak hanya jurnalis yang menjadi target, tapi juga para aktivis HAM. Human Rights Watch melaporkan, salah satu penelitinya, Daniel Williams, telah hilang sejak Kamis pagi. Amnesty Internasional juga mengatakan dua stafnya telah hilang. Mereka diduga disekap aparat keamanan.

Pemimpin dunia pun mengecam aksi anarkis kepada wartawan tersebut. Tidak hanya Obama yang bersuara, Perdana Menteri Swedia, Fredrik Reinfeldt, mendesak pemerintah Mesir untuk menghargai kerja para wartawan. "Wartawan adalah mata dan telinga dunia saat ini," kata dia. 
Sumber: VIVAnews
smo