Anak-anak yang menghabiskan banyak waktu mereka untuk online terbukti merasa sulit berkonsentrasi di dalam kelas dan kurang memerhatikan apa yang diajarkan. Ini bukan sekadar asumsi, tetapi berdasarkan studi.
Tidak sedikit guru yang kecewa melihat murid-murid menggunakan "bahasa chatting" seperti yang biasanya digunakan di fasilitas chat jejaring sosial, seperti 2mor, msg, lol, dan bk, saat berada dalam pelajaran tata bahasa Inggris (English grammar).
Sebagaimana diketahui, studi yang dilakukan JCA ini melibatkan 500 guru yang tujuannya untuk memotivasi personal dan pengembangan sosial para guru di luar kelas atau sekolah.
"Penelitian ini secara jelas menunjukkan bahwa siswa dari berbagai tingkat, mulai kelas atas hingga kelas bawah, menghabiskan waktu mereka lebih bayak di media sosial," kata seorang juru bicara JCA, yang dikutip dari Telegraph, Jumat 19 November 2010.
"Ketimbang mencari pengalaman hidup di luar rumah, study tour, dan berinteraksi melalui tatap muka langsung dengan orang lain, anak-anak lebih terobsesi dengan jejaring sosial. Dan, ini secara tidak sadar membentuk sikap dan kepribadian mereka," katanya menjelaskan.
Akibatnya, guru-guru mengkhawatirkan obsesi tersebut akan berdampak signifikan pada masa depan siswa-siwanya. "Hal ini terindikasi langsung pada nilai mereka yang rata-rata buruk dan sering gagal menyelesaikan pekerjaan rumah mereka tepat waktu. Kondisinya semakin buruk ketika mereka sulit berkonsentrasi di kelas," ujar juru bicara JCA lagi.
Akhirnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa anak-anak yang memperoleh nilai jeblok di sekolah adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jejaring sosial. Hal itu berdasarkan hasil penelitian dari 70 persen guru di Inggris yang sangat yakin, anak-anak semakin terobsesi pada situs-situs seperti Facebook, Twitter, dan MySpace.
Dan, nyaris setengah dari 500 guru yang disurvei percaya gangguan ini memengaruhi kemampuan anak untuk berkonsentrasi di kelas dan mengikuti pelajaran. Selain itu, diketahui sekitar 60 persen guru mengatakan kualitas pekerjaan rumah anak-anak memburuk karena mereka terburu-buru untuk menyelesaikannya.
Menurut Kairen Cullen, seorang psikolog pendidikan, ini adalah masalah subjek kompleks. "Berdasarkan praktik klinis saya yang banyak melibatkan anak-anak dan kaum muda, memang pada hari ini, di usia tersebut, mengakses dan memahami jejaring sosial adalah sesuatu yang tak terelakkan," katanya.
"Mereka sangat menikmati jejaring sosial, tetapi sesungguhnya timbul masalah ketika interaksi virtual malah mengganggu emosi anak di kehidupan nyata, atau membatasi perkembangan anak secara sosial dan emosional," ucap Cullen.
Seharusnya, waktu yang diinvestasikan anak di media sosial dan di kehidupan nyata harus seimbang. Sebab, interaksi personal dinilai sangat penting untuk perkembangan anak secara sosial dan emosional. "Interaksi interpersonal secara langsung sangat berpengaruh agar perkembangan sosial anak tidak terdistorsi ke depannya," ujarnya dengan tegas.
Sumber: vivanews.com